Upacara Ngulapin Orang Jatuh Di Desa Batu Bulan
A. Pengertian Kata Ngulapin
Kata ngulapin akar katanya adalah ulap. “Ulap adalah bahasa Jawa kuna dan juga bahasa Bali, yang artinya silau. Silau yang dimaksudkan di sini adalah seperti keadaan mata ketika menatap atau memandang sinar matahari. Kalau dijadikan kata majemuk menjadi ulap-ulap”. Jika ulap-ulap itu bahasa Indonesia akan berarti mamanggil dengan lambaian tangan. Tetapi jika ulap-ulap dalam bahasa Bali maka akan berarti suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang/bujur sangkar, terbuat dari secarik kain putihyang berisi tulisan hurup-hurup keramat yang menurut agama Hindu dikatakan mempunyai kekuatan yang magis.
Biasanya benda-benda semacam itu diletakan pada halaman depan dari sebuah bangunan, dibawah atap pada kolong rumah,pada waktu memberi upacara ngulap ngambe dari suatu bangunan tersebut. Maksudnya adalah untuk memohon kehadapan Tuhan yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi, agar supaya jika ada unsur-unsur yang ingin mengganggu, menjadi silau.
Jika berbentuk pengulapan akan berarti Upakara yadnya yang dipakai pada waktu ngulapin, Baik ngulapin orang jatuh, ngulapin pratima, ngulapin pitra, maupun ngulapin Bhuta. Ngulapin sudah merupakan suatu kebiasaan bagi uma t Hindu di Bali, demikian juga masyarakat Batubulan, setiap orang jatuh dibuatkan upacara Ngulapin. Untuk menetralisirkan kembali keadaan orang tersebut.
B. Macam-macam Upacara Ngulapin
Tujuan melaksakan yadnya adalah untuk menembus atau membayar hutang. Ngulapin orang jatuh di desa Batubulan, pada prinsipnya bahan-bahan serta alat-alat yang dipakai dalam banten pengulapan baik ngulapin pretima, ngulapin orang jatuh, adalah sama. Cuma saja dalam upacara ngulapin orang jatuh ada sedikit perbedaannya. Selain upacara ngulapin orang jatuh ada juga upacara ngulapin yang lain,misalnya:
1. Ngulapin Pitra
Mula pertama dari proses pembakaran mayat, adalah upacara ngangkid atau ngulapin di setra. Yang dimaksud dengan upacara ini adalah mencari galih atau tulang yang akan diaben. Setelah pelaksanaan ini selesai maka terjadilah macam-macam versi, ada juga yang diajak pulang untuk sembahyang pada sanggah kemulan Ring Bhatara Yang Guru.
2. Ngulapin Orang baru Sembuh dari Penyakit
Adapun maksudnya disini adalah supaya orang yang diupacarai ini bisa makan segala macam makanan, maksudnya tidak terpengaruh oleh makanan yang menyebabkan sakitnya kumat/kambuh, dalam bahasa Bali disebut dengan betus. Kendatipun ia sudah sehat tapi kalau belum diadakan upacara pengulapan ia tidak boleh makan sewenang-wenang seperti makan jotan, daging guling dan lain sebagainya, dan juga tidak diperkenankan keluar rumah.
3. Ngulapin Pretima
Yang dimaksud dengan upacara ngulapin ini ialah apabila pretima itu pernah jatuh, disebabkan karena disenggol oleh binatang, seperti kucing tat kala ada upacara di sekitar pratima itu, jatuh karena tempatnya tidak baik, dibawa oleh manusia, selain dari itu mungkin pratima itu pernah dicuri atau dimasuki oleh pencuri.
C. Tempat Pelaksanaan Upacara
Tempat pelaksanaan pengulapan itu tidak mutlak harus dilakukan di tempat jatuh, tetapi tergantung dari jarak tempat jatuh dengan rumah yang bersangkutan. Jika seandainya jarak jatuhnya dekat dari rumahnya, hal itu dilakukan langsung ke tempat kejadian. Tetapi jika seandainya jarak jauh apalagi sampai keluar daerah, hal itu cukup dilakukan dengan “nyawang” dari jalan raya terdekat. Yang menjadi sasaran utamanya adalah bahwa upacara pengulapan itu harus dilaksanakan.
D. Waktu pelaksanaan Upacara
Ajaran agama telah mewariskan kepada kita, cara-cara untuk mencapai suatu yang diharapkan. Disamping itu agama telah memberikan “waktu” bilamana kita boleh dan tidak boleh melaksanakan upacara. Waktu yang dimaksud adalah hari-hari baik atau yang sering di sebut “dewasa” oleh orang Bali. Kita mempunyai saat yang baik dan buruk yang selalu berdampingan,dalam hal ini kita sebagai manusia yang harus tahu wiweka, agar keharmonisan dan keseimbangan terus dapat dipelihara, sehingga tujuan agama yang berbunyi “Moksartham jagadhitha” dapat di capai. Bagi kita yang masih awam tentang dewasa, jangan sembarangan mencari dewasa sendiri,hendaknya memohon dewasa kepada orang suci.
D. Tujuan Upacara ngulapin
Pada prinsipnya mempunyai tujuan untuk memulihkan kembali kekuatan atau unsur-unsur kestula sariranya. Bilamana yang sudah dijelaskan bahwa orang yang pernah mendapat sengkala atau jatuh berarti salah satu kekuatan atau unsur badan wadagnya berada di tempat kejadian.
Bertitik tolak pada buku usada tiwas punggung menyebutkan manusia mempunyai 10 kekuatan yang mana nanti akan tergabung menjadi satu, sehingga manusia bisa bergerak, berpikir, dan berbuat. 10 kekuatan mikrokosmos adalah sbb: Sang, Bang, Tang, Ang, Ing, Nang, Mang, Sing, Wang, Yang. Kesepuluh rumusan kekuatan mikrokosmos dapat disaring menjadi 5 kekuatan, yaitu: Mang, Ang, Ong, Ung, Yang. Dari ke-5 unsur juga dapat di peras kembali menjadi 4,yaitu: Ang, Ung, Mang, Ong. Selanjutnya dari ke-4 ini diciutkan kembali menjadi 3 bentuk/wujud. Antara lain: Ang, Ung Mang.
Dari persenyawaan ini (Ang, Ung Mang) akan melahirkan rwa bineda atau 2 hal yang bertentangan yang terdapat di kedua mata kita. Mata sebelah kiri terletak aksara ang dan sebelah kanan terletak aksara ah. Ang dan Ah bila disatukan akan menjadi OM, yang merupakan sebutan Sang Hyang Widhi.
(diringkas oleh: Devia)
Sumber: skripsi I Wayan Darsana thn 1985, UNHI
Jumat, 05 Juni 2009
Selasa, 02 Juni 2009
Fungsi Tata Susila Hindu Terhadap Kehidupan Manusia Ditinjau Dari Segi Pendidikan
1. Tinjauan Umum Tata Susila Dalam Agama Hindu
1.1 Pengertian Tata Susila
Tata Susila adalah merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu tatanan hubungan antar manusia dalam masyarakat. Dari sudut etinologi tata susila terdiri dari kata tata dan susila. Tata berarti mengatur atau aturan dan susila berarti “Segala kebiasaan atau laku perbuatan manusia yang baik.
Apabila dalam suatu masyarakat tidak ada keselarasan, tidak ada lagi kepatuhan secara patut. Maka akan menimbulkan penderitaan atau malapetaka baik kepada lingkungan atau masyarakat sekitar. Maka itulah dalam suatu masyarakat sangat diperlukan adanya suatu tata nilai yang disebut tata susila demi keharmonisan masyarakat itu sendiri.
Dalam ajaran Agama Hindu dijelaskan bahwa dalam proses migrasinya atman menuju ke Brahman atau Moksa masih terikat kepada karma wesana yang menyebabkan punarbawa (Reinkarnasi) menurut karmanya sendiri. Sorga dan Neraka itu hanyalah bersifat temporer dan pengalaman dimana apabila waktunya telah berakhir maka Atman atau pitera itu akan mengulangi hidup ini dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kebajikan dari kehidupan sebelumnya.
Maka itulah dalam ajaran tata susila Hindu di tekankan pada perbuatan yang baik dan berprilaku yang tetap berlandaskan Dharma dan menjauhi Adharma. Dharma dan Adharma itu bersumber dari dalam weda dan kitab-kitab suci mengerti, menghayati dan mengamalkan isinya. Semua itu diwujudkan dalam hidup nyata ini berupa Tattwa, Susila dan Ritual/Upakara secara terpadu.
1.2 Dasar dari tata susila Hindu
Dasar dari tata susila Hindu adalah kitabsuci weda dengan semua penjelasannya. Jadi dalam hal ini adalah Weda Sruti dan Weda Swerti. Ajaran agama Hindu adalah dasar tata susila yang kokh dan kekal. Tata Susila itu haruslah dibangun pad dasar yang kuat, tanpa dasar yang kuat tata susila itu sendiri tidaklah mendalam dan meresap dalam diri pribadi setiap manusia. Seseorang yang mendasarkan cara berfikirnya, cara berucapnya dan cara berbuatnya selalu berpegang pada weda. Ia itulah orang yang mengnut paham Hindu.
1.3 Ukuran Benar dan Salah dalam Tata Susila Hindu
Tuhan menciptakan dunia ini dan juga Beliau menuntunnya melalui jalan yang benar. Kemudian timbullah suatu pertanyaan dalam diri setiap orang. Bilamanakah suatu perbuatan itu dianggap Benar atau Salah? Maka jawabannya adalah segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui jalan yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa adalah benar dan segala sesuatu yang menghalangi jalan ini adalah salah.
Dalam hidup ini semua orang akan mendambakan adanya kebahagiaan. Karena pada hakekatnya menurut ajaran tata susila Hindu kebahagian dan penderitaan makhluk lain samalah dengan penderitaan dan kebahagian diri sendiri. Menyiksa orang lain sama artinya menyiksa diri sendiri, karena jiwatman itu tunggal adanya.
Amal saleh dan kebajikan yang dilakukan untuk kesejahteraan sesama makhluk disebut Brahman dan kesatuan kesatuan antara Jiwatman dengan Brahman disebut Moksa.
1.4 Tata Susila sebagai Pedoman dan Ukuran Pergaulan
Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang memiliki cara-cara hidup tersendiri yang berbeda dari makhluk yang lainnya. Manusia adalah makhluk homo sosius makhluk berteman. Ia tidak dapat hidup sendirian, ia selalu bersama-sama dengan orang lain. Manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan manusia hanya mempunyai arti, apabila ia hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di masyarakat.
Tidaklah dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa pergaulan dengan sesama manusia. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berhubungan dengan wajar. Hal ini menimbulkan pernyataan bahwa manusia sejak lahir sampai meninggal memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak hanya dalam hidup jasmani tetapi juga untuk kebutuhan rohani.
Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Semua kebutuhan ini merupakan kebutuhan rohani yang hanya dapat ia peroleh dalam hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Inilah kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada seorangpun dapat mengingkari hal ini karena ternyata “bahwa manusia baru dapat disebut manusia dalam hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya”.
Dalam kehidupan bersama itu orang harus mengatur dirinya bertingkah laku. Tak ada seorangpun boleh berbuat seenak perutnya(Seenaknya). Ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, tunduk kepada aturan, bertingkah laku yang baik. Dengan demikian maka orang hanya bebas berbuat dalam ikatan aturan tingkah laku yang baik. Bila etikat bertata susila yang masih dalam angan-angan disebut orang budi pekerti yang baik. Dalam tujuannya tata susila berkehendak untuk menilai sesuatu dari tingkah laku manusia yang baik atau yang buruk.
2. Fungsi Tata Susila Dalam Pendidikan Agama Hindu
2.1 Pengertian Pendidikan
Manusia secara kodrati adalah makhluk sosial yang akan tidak dapat berkembang tanpa bantuan orang lain. Sebagai contoh tentang anak yang baru dilahirkan mereka akan tidak berdaya sama sekali, maka itu ia memerlukan bantuan orang lain terutama orang tuanya yang dengan penuh kasih sayang memeliharanya agar ia dapat hidup.Kelahiran anak dalam suatu keluarga menimbulkan tugas dan tanggung jawab orang tuanya untuk memeliharanya, melindungi, membesarkan serta mendidik anak itu agar di kemudian hari menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Berkait dengan itu timbul pertanyaan, kapankah sesungguhnya pendidikan itu ada? Jawabannya adalah bahwa pendidikan itu muncul bersamaan dengan adanya manusia, “Manusia itu edicardium artinya manusia pada hakekatnya harus dididik dan dapat mendidik”.
Mendidik dan didik adalah suatu peristiwa yang nyata yang dialami oleh manusia kapan dan dimana saja ia berada dan berlangsung secara terus menerus. Semenjak dilahirkan anak itu perlu mendapatkan pendidikan dalam kehidupannya.
2.2 Tujuan Pendidikan
Pada dasarnya tujuan pendidikan tidaklah berbeda dengan tujuan pengajaran. Pengajaran bertujuan untuk pembentukan daya upaya penalaran pada diri anak, sedangkan pendidikan lebih menekankan pada kepribadian yang pada umumnya disesuaikan dengan pendidikan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan itu harus diusahakan memberi “pengajaran yang mengandung pendidikan oleh karena itulah kita harus memilih bahan pelajaran yang dapat menolong bke arah pendidikan dan pula mengusahakan mengajar yang baik”.
Kebijaksanaan pokok di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda diarahkan kepada pemecahan secara mendasar dari sejumlah masalah pokok yang berkaitan satu sama lainnya. Pemecahan itu dilakukan secara sistematis dan bertahap khususnya terhadap sistem pendidikan. Tujuan Pendidikan adalah merupakan satu di antara hal pokok yang harus diketahui dan disadari benar-benar oleh guru sebelum mulai mengajar.
(Diringkas oleh: Devia)
Sumber: Skripsi I Wayan Tantri thn 1986,UNHI.
1. Tinjauan Umum Tata Susila Dalam Agama Hindu
1.1 Pengertian Tata Susila
Tata Susila adalah merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan, apa yang harus dikerjakan atau dihindari sehingga tercipta satu tatanan hubungan antar manusia dalam masyarakat. Dari sudut etinologi tata susila terdiri dari kata tata dan susila. Tata berarti mengatur atau aturan dan susila berarti “Segala kebiasaan atau laku perbuatan manusia yang baik.
Apabila dalam suatu masyarakat tidak ada keselarasan, tidak ada lagi kepatuhan secara patut. Maka akan menimbulkan penderitaan atau malapetaka baik kepada lingkungan atau masyarakat sekitar. Maka itulah dalam suatu masyarakat sangat diperlukan adanya suatu tata nilai yang disebut tata susila demi keharmonisan masyarakat itu sendiri.
Dalam ajaran Agama Hindu dijelaskan bahwa dalam proses migrasinya atman menuju ke Brahman atau Moksa masih terikat kepada karma wesana yang menyebabkan punarbawa (Reinkarnasi) menurut karmanya sendiri. Sorga dan Neraka itu hanyalah bersifat temporer dan pengalaman dimana apabila waktunya telah berakhir maka Atman atau pitera itu akan mengulangi hidup ini dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kebajikan dari kehidupan sebelumnya.
Maka itulah dalam ajaran tata susila Hindu di tekankan pada perbuatan yang baik dan berprilaku yang tetap berlandaskan Dharma dan menjauhi Adharma. Dharma dan Adharma itu bersumber dari dalam weda dan kitab-kitab suci mengerti, menghayati dan mengamalkan isinya. Semua itu diwujudkan dalam hidup nyata ini berupa Tattwa, Susila dan Ritual/Upakara secara terpadu.
1.2 Dasar dari tata susila Hindu
Dasar dari tata susila Hindu adalah kitabsuci weda dengan semua penjelasannya. Jadi dalam hal ini adalah Weda Sruti dan Weda Swerti. Ajaran agama Hindu adalah dasar tata susila yang kokh dan kekal. Tata Susila itu haruslah dibangun pad dasar yang kuat, tanpa dasar yang kuat tata susila itu sendiri tidaklah mendalam dan meresap dalam diri pribadi setiap manusia. Seseorang yang mendasarkan cara berfikirnya, cara berucapnya dan cara berbuatnya selalu berpegang pada weda. Ia itulah orang yang mengnut paham Hindu.
1.3 Ukuran Benar dan Salah dalam Tata Susila Hindu
Tuhan menciptakan dunia ini dan juga Beliau menuntunnya melalui jalan yang benar. Kemudian timbullah suatu pertanyaan dalam diri setiap orang. Bilamanakah suatu perbuatan itu dianggap Benar atau Salah? Maka jawabannya adalah segala sesuatu yang dapat menolong dunia ini melalui jalan yang telah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa adalah benar dan segala sesuatu yang menghalangi jalan ini adalah salah.
Dalam hidup ini semua orang akan mendambakan adanya kebahagiaan. Karena pada hakekatnya menurut ajaran tata susila Hindu kebahagian dan penderitaan makhluk lain samalah dengan penderitaan dan kebahagian diri sendiri. Menyiksa orang lain sama artinya menyiksa diri sendiri, karena jiwatman itu tunggal adanya.
Amal saleh dan kebajikan yang dilakukan untuk kesejahteraan sesama makhluk disebut Brahman dan kesatuan kesatuan antara Jiwatman dengan Brahman disebut Moksa.
1.4 Tata Susila sebagai Pedoman dan Ukuran Pergaulan
Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang memiliki cara-cara hidup tersendiri yang berbeda dari makhluk yang lainnya. Manusia adalah makhluk homo sosius makhluk berteman. Ia tidak dapat hidup sendirian, ia selalu bersama-sama dengan orang lain. Manusia hanya dapat hidup dengan sebaik-baiknya dan manusia hanya mempunyai arti, apabila ia hidup bersama-sama dengan manusia lainnya di masyarakat.
Tidaklah dapat dibayangkan adanya manusia yang hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa pergaulan dengan sesama manusia. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berhubungan dengan wajar. Hal ini menimbulkan pernyataan bahwa manusia sejak lahir sampai meninggal memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan hidupnya. Bantuan ini tidak hanya dalam hidup jasmani tetapi juga untuk kebutuhan rohani.
Manusia sangat memerlukan pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kelangsungan hidup yang sehat. Semua kebutuhan ini merupakan kebutuhan rohani yang hanya dapat ia peroleh dalam hubungannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Inilah kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Tidak ada seorangpun dapat mengingkari hal ini karena ternyata “bahwa manusia baru dapat disebut manusia dalam hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya”.
Dalam kehidupan bersama itu orang harus mengatur dirinya bertingkah laku. Tak ada seorangpun boleh berbuat seenak perutnya(Seenaknya). Ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, tunduk kepada aturan, bertingkah laku yang baik. Dengan demikian maka orang hanya bebas berbuat dalam ikatan aturan tingkah laku yang baik. Bila etikat bertata susila yang masih dalam angan-angan disebut orang budi pekerti yang baik. Dalam tujuannya tata susila berkehendak untuk menilai sesuatu dari tingkah laku manusia yang baik atau yang buruk.
2. Fungsi Tata Susila Dalam Pendidikan Agama Hindu
2.1 Pengertian Pendidikan
Manusia secara kodrati adalah makhluk sosial yang akan tidak dapat berkembang tanpa bantuan orang lain. Sebagai contoh tentang anak yang baru dilahirkan mereka akan tidak berdaya sama sekali, maka itu ia memerlukan bantuan orang lain terutama orang tuanya yang dengan penuh kasih sayang memeliharanya agar ia dapat hidup.Kelahiran anak dalam suatu keluarga menimbulkan tugas dan tanggung jawab orang tuanya untuk memeliharanya, melindungi, membesarkan serta mendidik anak itu agar di kemudian hari menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa. Berkait dengan itu timbul pertanyaan, kapankah sesungguhnya pendidikan itu ada? Jawabannya adalah bahwa pendidikan itu muncul bersamaan dengan adanya manusia, “Manusia itu edicardium artinya manusia pada hakekatnya harus dididik dan dapat mendidik”.
Mendidik dan didik adalah suatu peristiwa yang nyata yang dialami oleh manusia kapan dan dimana saja ia berada dan berlangsung secara terus menerus. Semenjak dilahirkan anak itu perlu mendapatkan pendidikan dalam kehidupannya.
2.2 Tujuan Pendidikan
Pada dasarnya tujuan pendidikan tidaklah berbeda dengan tujuan pengajaran. Pengajaran bertujuan untuk pembentukan daya upaya penalaran pada diri anak, sedangkan pendidikan lebih menekankan pada kepribadian yang pada umumnya disesuaikan dengan pendidikan yang ingin dicapai. Sehubungan dengan itu harus diusahakan memberi “pengajaran yang mengandung pendidikan oleh karena itulah kita harus memilih bahan pelajaran yang dapat menolong bke arah pendidikan dan pula mengusahakan mengajar yang baik”.
Kebijaksanaan pokok di bidang pendidikan dan pembinaan generasi muda diarahkan kepada pemecahan secara mendasar dari sejumlah masalah pokok yang berkaitan satu sama lainnya. Pemecahan itu dilakukan secara sistematis dan bertahap khususnya terhadap sistem pendidikan. Tujuan Pendidikan adalah merupakan satu di antara hal pokok yang harus diketahui dan disadari benar-benar oleh guru sebelum mulai mengajar.
(Diringkas oleh: Devia)
Sumber: Skripsi I Wayan Tantri thn 1986,UNHI.
Ajaran Karmaphala dalam cerita Tantri Carita
(Nandaka Harana)
A. Segala Perbuatan akan Mengakibatkan Adanya Hasil Perbuatan.
Seperti yang saya ketahui, Kharmaphala adalah suatu hokum sebab akibat. “ Setiap sebab akan membawa akibat “. Maka baik perbuatan kita baik pula hasil yang didapatkan,dan sebaliknya.
--Contoh dari perbuatan (karma) baik ini banyak dijumpai di dalam cerita tantri ini. Seperti misalnya tokoh Ni Dyah Tantri yang merupakan tokoh utama di dalam cerita itu. Di dalam cerita tersebut dikatakan bahwa Ni Dyah Tantri ini merupakan anak dari patih Bandeswarya, yang tidak lain merupakan patih dari kerajaan patali yang di pampin oleh seorang raja yang bernama Sri Aiswaryadala. Raja ini mempunyai kebiasaan yang tidak baik yaitu mengawini gadis-gadis perawan setiap hari. Karena menurut pandapatnya tidak ada yang melebihi kenikmatan disaat bertemu rasa dengan wanita. Lebih-lebih dengan gadis yang belum pernah merasakan sentuhan lelaki/perawan. Untuk memenuhi keinginannya ini maka ditugaskan patih Bandeswarya agar setiap hari dapat menghaturkan seorang gadis untuk dikawini. Sang patihpun memenuhi permintaan raja. Karena setiap hari seorang gadis yang dihaturkan, maka lama kelamaan habislah gadis-gadis di kerajaan patali. Hanya tinggal seorang yaitu anak sang patih sendiri yang bernama Ni Dyah Tantri.
Patih Bandeswarya menjadi bingung dan sedih, karena tidak ada lagi gadis yang harus dihaturkan kepada raja. Pada saat demikian datanglah Ni Dyah Tantri menghadap ayahnya dan menanyakan apa yang menyebabkan kesedihan tersebut. Setelah mendapat penjelasan dari ayahnya maka Ni Dyah Tantri rela untuk dihaturkan kepada raja dan berusaha untuk menyadarkan sang raja dari kekeliruannya selama ini.
Sang patih sangat senang mendengar perkataan anaknya yang merasa yakin bahwa anaknya dapat menyadarkan sang raja. Akhirnya dihaturkannyalah Ni Dyah Tantri kepada sang raja oleh ayahnya. Raja sangat senang karena memang dialah yang diidamkan dari dulu tetapi merasa malu untuk mengemukakan keinginannya itu kepada sang patih. Namun berkat kebijaksaan dan pengetahuan yang dimiliki Ni Dyah Tantri dapat menyadarkan sang raja hanya dengan bercerita.
Dari penggalan cerita di atas dapat dikatakan bahwa Ni Dyah Tantri ini mempunyai karma yang baik. Ni Dyah Tantri tahu dan mengerti dengan dharma sebagai seorang anak. Karena memang sudah sepatutnya kita berbakti kepada orang tua yang menyebabkan kita lahir ke dunia. Kenyataan memang demikian kita lahir ke dunia ini adalah karena hasil perpaduan kasih orang tua yang tidak dapat dibayar dengan apapun juga.
--Contoh perbuatan buruk yang terdapat di dalam cerita tantri seperti misalnya di dalam cerita Batur Taskara. Di dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Batur Taskara ini sebelumnya adalah seorang yang jahat, Pekerjaannya selalu mencuri, sehingga masyarakat menjadi resah oleh perbuatan itu. Setelah diketahui perbuatan Batur Taskara ini oleh raja, maka diperintahlah para prajurit untuk menangkapnya. Batur Taskara memang seorang yang licik. Begitu dengan didengarnya bahwa dirinya akan ditangkap, ia melarikan diri ke tengah hutan.
Sampai di hutan bertemulah ia dengan seorang pendeta dan Batur Taskara akhirnya diangkat sebagai murid. Sejak saat itu Batur Taskara tekun mendalami ilmu kerohanian dan berhasil ia mencapai kesadaran tertinggi. Ia mendapatkan wahyu agar jangan pulang keasalnya bila sasih karo karena apabila dilanggar akan berakibat celaka pada dirinya. Memang sudah kehendak Tuhan bahwa Batur Taskara ini harus menikmati phala kejahatannya di dunia ini, maka dilanggarnyalah pesan/wahyu yang diperolehnya itu. Sabda itu menjadi kenyataan dan terbukti.
Batur Taskara di tengah perjalanan mengalami nasib tragis. Ia bertemu dengan pasukan kerajaan yang sedang mencari kambing sang raja yang hilang. Maka ditanyailah Batur Taskara, “ apakah kamu melihat kambing di sekitar sini?”. Dan Batur Taskara pun menjawab “Tidak.”. Pada saat demikian, tiba-tiba terlihat kambing di dekatnya, maka di bunuhlah Batur Taskara walaupun telah dapat merubah dirinya ia tetap harus memetik phala dari kejahatan yang telah dilakukannya.
Di dalam cerita Batur Taskara ini juga mengandung suatu makna lain. Cerita Batur Taskara ini adalah merupakan petunjuk bagi seorang pendeta agar berhati-hati memilih calon murid/sisya.
Dari contoh karma baik dan buruk di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita tentri ini adalah merupakan gambaran apabila ajaran hukum karma ini telah dilaksakan di tengah masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai macam watak dan pribadi orang. Sehingga dapat dikatakan bahwa cerita Tantri ini dapat dipergunakan sebagai pedoman di dalam kita berbuat. Karena dalam cerita Tantri ini sudah di uraikan contoh-contoh segala macam dan bentuk perbuatan dengan segala akibatnya.
B. Hukum Karma dalam Hubungannya dengan Wiweka
Manusia adalah mahluk yang tertinggi diantara segala mahluk yang terdapat di dunia ini. Manusia merupakan mahluk yang memiliki manu, yaitu mental power, kemampuan berfikir. Kemampuannya inilah yang mengangkat martabatnya menjadi mahluk yang termulia sehingga dapat menguasai mahluk lain.
Salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran daya pikir itu ialah kemampuan untuk membeda-bedakan, menimbang-nimbang dan akhirnya memilih memilih antara baik dengan buruk, salah dengan benar, dsb. Kemampuan yang demikian dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Wiweka.
Banyak factor yang membuat orang menjadi salah pilih seperti suasana lingkungannya yang jelek, lelah, bodoh, dsb. Karena keinginannya yang tidak terkendali dan semua itu akan membawa orang pada kebingungngan. Sering juga orang tidak dapat memilih karena ruang dan waktu yang tidak mengizinkan.
C. Hukum Karma dalam hubungannya dengan Sorga dan Neraka
Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaran para Rsi, dikatakan bahwa segala perbuatan baik dan buruk akan berakibat tidak saja di dalam hidup ini, tetapi juga di akhirat setelah atma dengan suksma sariranya berpisah dengan badan wadah. Tuhan akan merakhmati atma seseorang yang di dalam hidupnya selalu berkarma yang baik sesuai dengan dharma, dengan menempatkannya di sorga.
Sorga adalah alam akhirat yang penuh dengan kebahagian tetapi sangat sulit untuk di dapat, hanya dengan karma baik yang dapat mengantarkan orang menuju kesana. Pahala sorga ini akan sangat mempengaruhi di dalam penjelmaan selanjutnya. Adapun penjelmaan orang yang merupakan kelahiran dari sorga ini adalah sangat mulia dan utama.
Sedangkan bagi orang yang selalu berkarma yang buruk di dalam hidupnya, Tuhan akan menghukumnya setelah ia meninggal dunia. Tuhan Yang Maha TahuTuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (Pelindung Agung Hukum Keadilan) akan selalu menjatuhkan hukuman kepada atma yang di dalam hidupnya selalu berkarma yang bertentangan dengan dharma dan menempatkannya di neraka.
Neraka adalah alam akhirat yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Apabila waktunya telah habis menjalani neraka ini ia akan menjelma kembali. Penjelmaan atma dari neraka ini adalah sangat nista sekali dan derajatnyapun semakin merosot. Jika telah sampai pada limit penjelmaan, yang terhina akibat dari dosanya maka ia tetap akan menjadi dasar terbawah dari kawah neraka.
D. Hukum Karma menumbuhkan adanya suatu sikap pengendalian diri
Seperti apa yang telah di uraikan, bahwa ajaran hukum karma merupakan ajaran yang menguraikan sebab dan akibat dari perbuatan. Pahala dari perbuatan (karma) itu pasti akan dipetik, hanya waktunya yang tidak tentu. Bisa cepat dan bias juga lambat. Bisa dalam hidupnya,di akhirat atau di dalam penjelmaannya yang akan datang.
Di samping itu tidak ada seorangpun yang dapat terhindar dari hukum karma ini, karena karma sudah merupakan kodrat. Dengan menyadari hal itu kesempatan lahir sebagai manusia ini harus dipergunakan sebaik-baiknya dengan jalan selalu berusaha berbuat baik.
(Diringkas oleh Devia)
Sumber: Skripsi IDA BAGUS PUTU ADRIANA th 1988,UNHI.
(Nandaka Harana)
A. Segala Perbuatan akan Mengakibatkan Adanya Hasil Perbuatan.
Seperti yang saya ketahui, Kharmaphala adalah suatu hokum sebab akibat. “ Setiap sebab akan membawa akibat “. Maka baik perbuatan kita baik pula hasil yang didapatkan,dan sebaliknya.
--Contoh dari perbuatan (karma) baik ini banyak dijumpai di dalam cerita tantri ini. Seperti misalnya tokoh Ni Dyah Tantri yang merupakan tokoh utama di dalam cerita itu. Di dalam cerita tersebut dikatakan bahwa Ni Dyah Tantri ini merupakan anak dari patih Bandeswarya, yang tidak lain merupakan patih dari kerajaan patali yang di pampin oleh seorang raja yang bernama Sri Aiswaryadala. Raja ini mempunyai kebiasaan yang tidak baik yaitu mengawini gadis-gadis perawan setiap hari. Karena menurut pandapatnya tidak ada yang melebihi kenikmatan disaat bertemu rasa dengan wanita. Lebih-lebih dengan gadis yang belum pernah merasakan sentuhan lelaki/perawan. Untuk memenuhi keinginannya ini maka ditugaskan patih Bandeswarya agar setiap hari dapat menghaturkan seorang gadis untuk dikawini. Sang patihpun memenuhi permintaan raja. Karena setiap hari seorang gadis yang dihaturkan, maka lama kelamaan habislah gadis-gadis di kerajaan patali. Hanya tinggal seorang yaitu anak sang patih sendiri yang bernama Ni Dyah Tantri.
Patih Bandeswarya menjadi bingung dan sedih, karena tidak ada lagi gadis yang harus dihaturkan kepada raja. Pada saat demikian datanglah Ni Dyah Tantri menghadap ayahnya dan menanyakan apa yang menyebabkan kesedihan tersebut. Setelah mendapat penjelasan dari ayahnya maka Ni Dyah Tantri rela untuk dihaturkan kepada raja dan berusaha untuk menyadarkan sang raja dari kekeliruannya selama ini.
Sang patih sangat senang mendengar perkataan anaknya yang merasa yakin bahwa anaknya dapat menyadarkan sang raja. Akhirnya dihaturkannyalah Ni Dyah Tantri kepada sang raja oleh ayahnya. Raja sangat senang karena memang dialah yang diidamkan dari dulu tetapi merasa malu untuk mengemukakan keinginannya itu kepada sang patih. Namun berkat kebijaksaan dan pengetahuan yang dimiliki Ni Dyah Tantri dapat menyadarkan sang raja hanya dengan bercerita.
Dari penggalan cerita di atas dapat dikatakan bahwa Ni Dyah Tantri ini mempunyai karma yang baik. Ni Dyah Tantri tahu dan mengerti dengan dharma sebagai seorang anak. Karena memang sudah sepatutnya kita berbakti kepada orang tua yang menyebabkan kita lahir ke dunia. Kenyataan memang demikian kita lahir ke dunia ini adalah karena hasil perpaduan kasih orang tua yang tidak dapat dibayar dengan apapun juga.
--Contoh perbuatan buruk yang terdapat di dalam cerita tantri seperti misalnya di dalam cerita Batur Taskara. Di dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa Batur Taskara ini sebelumnya adalah seorang yang jahat, Pekerjaannya selalu mencuri, sehingga masyarakat menjadi resah oleh perbuatan itu. Setelah diketahui perbuatan Batur Taskara ini oleh raja, maka diperintahlah para prajurit untuk menangkapnya. Batur Taskara memang seorang yang licik. Begitu dengan didengarnya bahwa dirinya akan ditangkap, ia melarikan diri ke tengah hutan.
Sampai di hutan bertemulah ia dengan seorang pendeta dan Batur Taskara akhirnya diangkat sebagai murid. Sejak saat itu Batur Taskara tekun mendalami ilmu kerohanian dan berhasil ia mencapai kesadaran tertinggi. Ia mendapatkan wahyu agar jangan pulang keasalnya bila sasih karo karena apabila dilanggar akan berakibat celaka pada dirinya. Memang sudah kehendak Tuhan bahwa Batur Taskara ini harus menikmati phala kejahatannya di dunia ini, maka dilanggarnyalah pesan/wahyu yang diperolehnya itu. Sabda itu menjadi kenyataan dan terbukti.
Batur Taskara di tengah perjalanan mengalami nasib tragis. Ia bertemu dengan pasukan kerajaan yang sedang mencari kambing sang raja yang hilang. Maka ditanyailah Batur Taskara, “ apakah kamu melihat kambing di sekitar sini?”. Dan Batur Taskara pun menjawab “Tidak.”. Pada saat demikian, tiba-tiba terlihat kambing di dekatnya, maka di bunuhlah Batur Taskara walaupun telah dapat merubah dirinya ia tetap harus memetik phala dari kejahatan yang telah dilakukannya.
Di dalam cerita Batur Taskara ini juga mengandung suatu makna lain. Cerita Batur Taskara ini adalah merupakan petunjuk bagi seorang pendeta agar berhati-hati memilih calon murid/sisya.
Dari contoh karma baik dan buruk di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita tentri ini adalah merupakan gambaran apabila ajaran hukum karma ini telah dilaksakan di tengah masyarakat yang di dalamnya terdapat berbagai macam watak dan pribadi orang. Sehingga dapat dikatakan bahwa cerita Tantri ini dapat dipergunakan sebagai pedoman di dalam kita berbuat. Karena dalam cerita Tantri ini sudah di uraikan contoh-contoh segala macam dan bentuk perbuatan dengan segala akibatnya.
B. Hukum Karma dalam Hubungannya dengan Wiweka
Manusia adalah mahluk yang tertinggi diantara segala mahluk yang terdapat di dunia ini. Manusia merupakan mahluk yang memiliki manu, yaitu mental power, kemampuan berfikir. Kemampuannya inilah yang mengangkat martabatnya menjadi mahluk yang termulia sehingga dapat menguasai mahluk lain.
Salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran daya pikir itu ialah kemampuan untuk membeda-bedakan, menimbang-nimbang dan akhirnya memilih memilih antara baik dengan buruk, salah dengan benar, dsb. Kemampuan yang demikian dalam ajaran Agama Hindu disebut dengan Wiweka.
Banyak factor yang membuat orang menjadi salah pilih seperti suasana lingkungannya yang jelek, lelah, bodoh, dsb. Karena keinginannya yang tidak terkendali dan semua itu akan membawa orang pada kebingungngan. Sering juga orang tidak dapat memilih karena ruang dan waktu yang tidak mengizinkan.
C. Hukum Karma dalam hubungannya dengan Sorga dan Neraka
Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan perantaran para Rsi, dikatakan bahwa segala perbuatan baik dan buruk akan berakibat tidak saja di dalam hidup ini, tetapi juga di akhirat setelah atma dengan suksma sariranya berpisah dengan badan wadah. Tuhan akan merakhmati atma seseorang yang di dalam hidupnya selalu berkarma yang baik sesuai dengan dharma, dengan menempatkannya di sorga.
Sorga adalah alam akhirat yang penuh dengan kebahagian tetapi sangat sulit untuk di dapat, hanya dengan karma baik yang dapat mengantarkan orang menuju kesana. Pahala sorga ini akan sangat mempengaruhi di dalam penjelmaan selanjutnya. Adapun penjelmaan orang yang merupakan kelahiran dari sorga ini adalah sangat mulia dan utama.
Sedangkan bagi orang yang selalu berkarma yang buruk di dalam hidupnya, Tuhan akan menghukumnya setelah ia meninggal dunia. Tuhan Yang Maha TahuTuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (Pelindung Agung Hukum Keadilan) akan selalu menjatuhkan hukuman kepada atma yang di dalam hidupnya selalu berkarma yang bertentangan dengan dharma dan menempatkannya di neraka.
Neraka adalah alam akhirat yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan. Apabila waktunya telah habis menjalani neraka ini ia akan menjelma kembali. Penjelmaan atma dari neraka ini adalah sangat nista sekali dan derajatnyapun semakin merosot. Jika telah sampai pada limit penjelmaan, yang terhina akibat dari dosanya maka ia tetap akan menjadi dasar terbawah dari kawah neraka.
D. Hukum Karma menumbuhkan adanya suatu sikap pengendalian diri
Seperti apa yang telah di uraikan, bahwa ajaran hukum karma merupakan ajaran yang menguraikan sebab dan akibat dari perbuatan. Pahala dari perbuatan (karma) itu pasti akan dipetik, hanya waktunya yang tidak tentu. Bisa cepat dan bias juga lambat. Bisa dalam hidupnya,di akhirat atau di dalam penjelmaannya yang akan datang.
Di samping itu tidak ada seorangpun yang dapat terhindar dari hukum karma ini, karena karma sudah merupakan kodrat. Dengan menyadari hal itu kesempatan lahir sebagai manusia ini harus dipergunakan sebaik-baiknya dengan jalan selalu berusaha berbuat baik.
(Diringkas oleh Devia)
Sumber: Skripsi IDA BAGUS PUTU ADRIANA th 1988,UNHI.
Langganan:
Postingan (Atom)
